SELAMAT DATANG!

selamat datang di : indro-arsitek-rumah.blogspot.com

Selasa, 29 November 2011

BUKAN SULIT tetapi DARI MANA HARUS MEMULAI (play bowling at home)


Saat menangani lahan sempit, tidak jarang arsitek membayangkan (dan menunggu-nunggu) nikmatnya menangani lahan yang luas.

Tetapi ketika menangani lahan yang luas (tanpa batasan) sering arsitek mengalami krisis PD (pede) karena tidak sedikitpun ditemui kepuasan dalam mendesain.....yang akhirnya berujung pada pertanyaan hakekat: "Inikah yang dulu pernah saya tunggu-tunggu ?"
Maka dirobeklah kertas berisi coret-coretan itu karena sulit membedakan antara tidak bisa memberi penilaian atau memang tidak ada hasil coretan yang layak dinilai alias memalukan.

Pertanyaan hakekat itulah yang kemudian menggiring saya mencari alat ukur yang lain yaitu cara pandang atau sikap. Selayaknya kita bersyukur karena menangani lahan yang sempit/sulit, tetapi kita juga jangan lantas lupa diri manakala menghadapi lahan yang luas.
Keduanya mengukur kedewasaan.....keduanya tidak mudah.

Pertanyaan hakekat tadi selanjutnya menunjukkan saya pokok awal permasalahan yang sering lolos dari kacamata penerawangan kita yaitu dari mana kita harus memulai.
Lahan yang sulit (sempit) jelas kita mulai dari kesulitan (kesempitan)  itu sendiri. Maka marilah kita cari dari mana kita harus memulai kalau lahan yang kita hadapi luas (tanpa batasan).....Dan marilah kita kemudian mulai  beradu kreativitas.....bukan dengan siapa-siapa.....tetapi dengan diri sendiri, karena diri sendiri itulah yang sedang kita cari.

Bagaimana kalau kita Play bowling at home ?..... karena ada bowling alley di rumah itu.
Masih perlukah kita membuat analisa zoning, organisasi ruang, orientasi angin, orientasi matahari, sistem sekuriti, bentuk, cara membangun, dan lain-lain ?  Jawabannya : MASIH.

Rabu, 16 November 2011

HALF LANDING (kampong style in town)













Untuk memberikan dimensi penghayatan ruang keluarga yang berbeda, saya atas kesepakatan dengan pemilik rumah, menghadirkan ruang (tanpa batasan dinding) yang memiliki level ketinggian berbeda dari ruang keluarga. Ruangan yang levelnya 120cm lebih tinggi itu sebenarnya adalah bordes (half-landing) yang diperluas menjadi 3m x 3m. Ruang bentukan baru itu menggunakan material lantai  spesial yaitu kayu, guna mengaktualisasikan perbedaannya.



Half landing merupakan bordes yang diperluas yang berfungsi sebagai perluasan ruang keluarga. Perasaan berbeda (sense of space) bagi penghuni/tamu yang berada di ruangan ini terjadi dikarenakan perbedaan level ketinggian lantainya, meskipun keduanya sama-sama berada di ruang keluarga.




Kami lebih senang memberi nama half-landing, karena lebih merupakan tempat persinggahan dari atas ke bawah (atau sebaliknya) daripada sekedar fungsi tangga. Bagian tepi yang berbatasan dengan ruang keluarga dipagari dengan railing yang memiliki penampilan spesial, karena selain sebagai pengaman juga memiliki fungsi ornamental. Kami memilih perpaduan antara material kayu dan besi untuk dipertunjukkan sebagai detail railing itu.






 
Railing dibuat dari kombinasi kayu dan besi. Ukuran besi dibedakan antara atas dan bawah.





Lantai half-landing yang terbuat dari kayu itu rupanya memberikan  andil  untuk apresiasi yang lebih kompleks terhadap ruang keluarga secara keseluruhan. Di area itu orang cenderung duduk-duduk (lesehan) sambil ngobrol dan menikmati kolam ikan atau bahkan ngobrol dengan lawan bicara yang berada di ruang makan semi-outdoor yang terletak di seberang kolam ikan itu.


 
Di seberang half landing terdapat ruang makan  semi-outdoor. Di bawahnya dimanfaatkan sebagai gudang.




Di bawah lantai lesehan kayu itu dimanfaatkan sebagai gudang dengan lantai yang diturunkan 60cm. Pencapaian ke gudang harus melalui ruang kecil tanpa atap yang sekaligus digunakan sebagai penerangan dan ventilasi alam. Kehadiran lantai kayu itu menjadi semakin cocok karena kami menggunakan kayu juga sebagai step tangganya. Tangga kayu menjadi bagian tak terpisahkan dari ruang keluarganya. Digunakan konstruksi jepit untuk tangga ini dengan dinding-dinding penjepit yang direncanakan sekaligus sebagai hiasan monumental  mengingat ukurannya yang gigantik di ruang keluarga yang berdimensi ketinggian dua lantai.



Dinding dengan skala dua lantai selain menjadi elemen estetis  juga memiliki fungsi utama sebagai dinding penjepit tangga.
Gudang yang terletak di bawah half landing bisa terlihat melalui celah antara step tangga yang terbuat dari kayu. Kondisi seperti ini menjauhkan gudang dari pengap dan kesan menakutkan, walaupun menghasut’ pemilik  rumah untuk terus-menerus memelihara kebersihan dan kerapian.

Senin, 14 November 2011

SELF FINANCING HOME


Pada suatu kesempatan berkenalan via telepon, seseorang menceritakan rencananya untuk membangun rumah yang bisa menghasilkan uang.  Artinya dari banyaknya kamar yang direncanakan, (paling tidak) rumah itu harus bisa mendanai kegiatan rumah tangga, bahkan termasuk biaya untuk maintenancenya sendiri. Dari pelajaran bisnis yang pernah saya dapat, saya memberi nama rumah itu Self Financing Home.
Program utamanya adalah agar semua kamar (ada 8 kamar) bisa terus-menerus terisi oleh mereka yang kebetulan memerlukan tempat tinggal yaitu dengan cara menyewa.  “Ya.....  memang tanggung jawab Arsitek untuk membuat semua kamar  dihuni dan diminati,” pikir saya.

 Inner court sebagai pemersatu antara organisasi rumah tinggal dan organisasi kamar sewa

Minggu, 13 November 2011

BALINESE WITHOUT ETHNIC DETAIL

Banyak orang menginginkan rumah tinggal bernuansa Bali…., seperti halnya teman saya ini. Suasana Bali memang mampu membius bukan saja orang-orang Indonesia, tetapi juga turis dari mancanegara,  termasuk orang-orang yang belum pernah melihat dan datang ke Bali.
Setelah dilakukan pertimbangan dan pembicaraan yang mendalam, ternyata dipahami bukan detail-detail etniknya yang diinginkan oleh Pasangan suami-istri ini.
“Untuk menikmati dan memiliki penghayatan Bali yang mendalam kita memang perlu meleburkan diri ke dalam totalitas tatanan yang kompleks,….jadi lebih baik datang ke Bali dan tinggal beberapa saat di sana”, pendapatnya. “Karena bukan hanya tempat tinggal kita yang nantinya memiliki nuansa Bali,….lingkungan dan tetangga juga alangkah indahnya kalau bersuasana Bali, bahkan lengkap dengan suara musik dan celotehan-celotehan Balinya….. Bali memang lebih pas untuk didatangi, daripada diambil dan dipindahkan”, lanjutnya seraya memberikan kesimpulan bahwa kavling 320m2 miliknya jauh dari kriteria cukup…..Wowww…..
Maka melalui beberapa sketsa, sayapun memantapkan diri untuk menghilangkan detail-detail etnik itu, lalu menggantinya dengan elemen-elemen simpel dan sederhana. Karena ternyata yang sebenarnya sama-sama kami cari adalah karakter dan sifat kedekatannya dengan alam;…..mungkin memang Bali…..tetapi bukan detail etniknya.

 
Tanpa detail etnik….. karena  ternyata yang dicari adalah karakter dan sifat kedekatan dengan alam.


Batu andesit dengan karakternya yang membumi bersama dengan genteng tanah liat eks Kebumen, memperdalam arti kedekatan dengan alam itu.  Apalagi pemilik rumah sempat mengatakan, “Alangkah indahnya kalau gentengnya bisa lumutan….. ”. Woow..... Di luar dugaan saya; karena semula spec genteng tanah liat bukan saya usulkan untuk tujuan apresiasi seberat itu. Sebuah sudut pandang yang  sebelumnya  tidak pernah saya perkirakan akan datang dari klien saya.
Memang menyenangkan sekali kalau arsitek dan klien akhirnya bisa berada dalam frekuensi yang sama, tentu setelah melewati proses pemahaman yang panjang.
Dengan keputusan-keputusan itu, disepakatilah kemudian konsep yang lebih mudah dicarikan benang-merahnya, yaitu ‘resort’…..menjauh dari kesan  magis, namun  juga tidak  perlu terjebak ke dalam penampilan hitech
Maka kamipun tetap berani memberi sentuhan tanaman kamboja di halaman depan sebagai penyeimbang.....di samping memasukkan  unsur batu andesit, besi dan lain-lain, sampai ke dalam penampilan interiornya.

Selasa, 01 November 2011

IMPRESI VISUAL-living in the air

Sepasang suami-istri yang tinggal di Cilacap menelepon saya saat saya masih dalam perjalanan pulang ke rumah. Mereka baru beberapa hari yang lalu berjalan-jalan dan mendapati sebuah rumah yang agak aneh menurutnya. Mereka singgah, berkenalan, dan bahkan dipersilahkan melihat-lihat ke dalam. Tuan rumah dari rumah aneh yang memang saya kenal ramah dan baik itu lalu memberikan nomor telepon saya.

Pasangan suami-istri dari Cilacap yang kebetulan merencanakan pindah ke Jakarta itu memang berkeinginan membongkar dan membangun rumah lamanya yang ada di Jakarta. Setelah beberapa kali melakukan pembicaraan via telepon, kami bertemu di rumah lain yang kebetulan juga baru saja selesai saya tangani. Di tempat itu kami berdiskusi mengenai keinginannya membangun rumah split level. Wooowww.....

Tidak berhenti sampai di situ, karena pasangan suami-istri itu bahkan mengungkapkan keinginannya untuk living in  the air.  Mereka menginginkan kegiatan sehari-harinya menempati ruang di lantai atas. Ruang keluarga, ruang makan, dan dapur serta dapur bersih tidak landed di tanah. Saya memperkirakan ruang-ruang yang terdapat di bawah ruang-ruang living itu adalah garasi, ruang asisten, ruang cuci-seterika, gudang dll.

Posisi ketinggian ruang-ruang living itu saya usulkan untuk berada di ketinggian 11/2 (jadi bukan di lantai 2) supaya tidak terlalu tinggi, apabila sewaktu-waktu ingin turun ke halaman. Di samping itu posisi demikian  pasti akan memicu dan memberikan snow ball effect untuk terjadinya ruang-ruang split level yang lain.







Di bagian depan adalah ruang tamu yang ditinggikan 120cm dari jalan karena alasan banjir.Di bagian belakang dengan            orientasi ke belakang dan ke dalam baru dirasakan nikmatnya living in the air.

Kamis, 20 Oktober 2011

RUMAH IMPRESI VISUAL (Hijaunya Green Building)

Seperti halnya seseorang menginginkan 'white house' (karna pernah mendapat kesan yang mendalam dari bangunan yang berwarna putih), banyak pemilik rumah juga menginginkan rumahnya mendapatkan sentuhan warna ataupun bentuk seperti yang pernah dilihatnya. Inilah konsekuensi yang harus saya terima memiliki klien berbasis impresi visual. Banyak rumah yang saya tangani kemudian memiliki sentuhan warna hijau sebagai akibat impresi visual itu.



Lebih dari tiga bulan saya baru berhasil bertemu dan berkenalan dengan pemilik rumah (calon pemilik rumah), sejak dikenalkan oleh salah satu klien saya via telepon. Beberapa waktu sebelum diperkenalkan kepada saya, pemilik rumah yang juga seorang pengacara ini pernah diajak menengok (mampir) kerumah klien saya yang hampir selesai saya kerjakan.

Beberapa hal menarik perhatiannya...., namun karena kesibukannya, keinginan untuk membuat bangunan 'serupa' baru berhasil saya komunikasikan sekitar enam bulan kemudian.....wowww.....
Yang paling menarik perhatiannya adalah konsep green building yang berusaha saya terapkan dan tentu beberapa konsep lain,.... termasuk warna hijaunya.
Tentu saya tidak bisa serta merta membuat bangunan yang sama persis dengan rumah yang baru selesai itu. Selain ukuran kavlingnya tidak sama, kondisi lingkungan dan latar belakangnya juga pasti berbeda.

Beberapa bukaan atap dan konsep-konsep yang mendukung Green Building yang saya presentasikan melalui gambar-gambar desainpun segera mendapat persetujuan, dan instruksi untuk memulai pembangunan tidak lama kemudian terima (bahkan) sebelum gambar kerja mulai diproduksi.....wowww..... Saya dan tim proyek segera melakukan kerja cepat alias akrobat.

Green Building ini memang nyata-nyata tampil beda di lingkungannya, termasuk warna hijaunya. Apalagi pemilik rumah menginginkan tempat parkir kendaraan (selebar wajah depat kavling) menggunakan material grass block serta menaikkan decker salurannya sehingga saluran menjadi besar dan lancar. Semakin mantaplah Green Building yang kebetulan berwarna hijau ini.

Bangunan 2 lantai yang sekarang sudah ditempati itu memang dipersiapkan untuk dihuni tanpa A/C maupun penerangan buatan di siang hari. Dengan membuka daun jendela yang terdapat di masing-masing ruang (ada sekitar 20 ruang) maka angin akan masuk mengaliri ruang-ruang baik secara vertikal maupun horisontal sebagai penerapan konsep kros ventilasi. Jendela-jendela itu juga sekaligus berfungsi sebagai sumber penerangan alami.


Banyak unsur alami lain yang kemudian berhasil saya masukkan ke dalam bangunan termasuk tanaman dan kolam air mancur, lengkap dengan jembatan kayunya yang tentu menambah keunikan bangunan ini.


Jembatan sebagai penghubung rumah depan dan rumah belakang semakin dirasakan keindahan alamiahnya jika nyata-nyata mendapat sentuhan alam seperti adanya bayangan dari sinar matahari. Barangkali ini bisa dianggap salah satu ukuran keberhasilan memasukkan unsur alam ke dalam ruangan.