SELAMAT DATANG!

selamat datang di : indro-arsitek-rumah.blogspot.com

Sabtu, 22 Desember 2012

setiap orang adalah "arsitek" untuk rumahnya sendiri


Alhamdulillah buku Setiap Orang Adalah "Arsitek" Untuk Rumahnya Sendiri (SOAAURS) sudah ada di toko buku Gramedia mulai tanggal 15 Desember 2012.  Kata Pengantar oleh Prof. Eko Budihardjo.
Buku ini adalah proses kreatif dalam mewujudkan rumah tinggal dengan menjadikan pemilik rumah  "arsitek" untuk rumahnya sendiri, dan arsitek menjadi "pengawal" profesionalnya. (Let the client be "the architect" and architect be "the master").
Berikut ini beberapa kalimat pengantar yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari buku ini :


Dalam buku “Renaissance Generation” (2007), Patricia Martin mengemukakan bahwa dalam Era Millennium Ketiga atau Abad ke 21 ini terjadi perubahan paradigma perancangan. 
Dulu, paradigmanya adalah “Predict and Provide.” Sekarang, berubah menjadi “Debate and Decide.” Nampaknya karya-karya yang dihasilkan oleh Indronoegroho sudah menerapkan paradigma baru yang menekankan pada dialog antara calon penghuni rumah dengan arsiteknya.
(Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc, Rektor Undip 1998-2006)

Serangkaian geguritan pengejawantahan cita-rasa pemilik melalui proses desain partisipatif mewujud rumah yang diharapkan. Bersama Indronoegroho, Pemilik menjadi berperan mengindera rerenggan kearsitekturan rumahnya sendiri.
(Prof. Ir. Totok Roesmanto, MEng, Kaprodi Magister Arsitektur Undip 2000-2004, 2008-2012, Kartunis)

Kreativitas arsitek diawali dari seberapa berhasil arsitek menciptakan antusiasme dan membangun dialog dengan klien secara emosional maupun rasional. Bahkan ketidak-tahuan klien, kebimbangan dan keraguan adalah bentuk ungkapan lain dalam bahasa kreativitas. Indronoegroho adalah arsitek yang saya tahu, yang memiliki ketelatenan dalam mendapatkan desain yang disukai, yang konsisten menggunakan  basis kreativitas.
(Andy F. Noya, host Kick Andy)

Buku ini berisi cerita universal tentang perjalanan mewujudkan rumah yang  memiliki keberpihakan besar pada keinginan dan jati-diri pemilik rumah, yang sudah barang tentu berujung pada kesesuaian antara keinginan dengan kenyataan.
Dalam mewujudkan program “rumah untuk semua”, tentu kedua belah pihak (baik penyedia  perumahan maupun calon pemilik rumah) perlu  untuk selalu mempertajam dan mempertemukan kaidah keinginan dan kebutuhan dengan  cara mengikuti cerita-cerita perjalanan perwujudan rumah, terutama yang menekankan pada dialog kental antara pemilik dengan arsitek seperti catatan perjalanan di dalam buku ini.
(Ir. Setyo Maharso, IAI, Ketua Umum DPP REI 2010-2013)

Buku ini memberikan insight tentang seberapa banyak klien ikut membentuk karya arsitektur. Jujur saja, hal semacam ini agak jarang ditulis dan dipublikasikan oleh arsitek. Buku ini bermanfaat bagi kita yang tertarik untuk lebih memahami sisi lain dari profesi arsitek, dan akan sangat membantu bagi siapapun yang sedang berencana  dan bersiap-siap membangun rumah impiannya, selain tentu juga bermanfaat untuk para mahasiswa, calon-calon arsitek masa depan.
(Dr. Ir. Dalhar Susanto, IAI, Dosen Arsitektur UI)


Jumat, 02 Maret 2012

LET THE CLIENT BE 'THE ARCHITECT' AND ARCHITECT BE 'THE MASTER'

Dear Colleague:

Thank you for submitting an Abstract for the International Conference
“Arte-Polis 4 – Creative Connectivity and the Making of Place: Living
Smart by Design” with verification as follows:

Title        : Let the Client be ‘The Architect’ and Architect be ‘The
Master’
Author(s) : Indro NOEGROHO, Titiek P. DEBORA
Code        : A-049

The Code given to you serves as an ID, please refer it in all further
correspondences. We appreciate your kind understanding on the time and
effort it took to review the large number of Abstracts we received, and
below is your Abstract review comment from the Reviewer:

REVIEWER’S COMMENT:
The Abstract contributes well to Conference theme

DECISION: Accepted

The next step in this process is the writing and submission of Full Paper
by 12 MARCH at the latest as Papers received will be blind peer-reviewed.
The Paper submitted has to follow the ready-to-print format guidelines.
These guidelines are provided to you in the attachment and also available
at the http://www.arte-polis.info website.

It’s our pleasure to have your continued support towards “Arte-Polis 4 –
Creative Connectivity and the Making of Place: Living Smart by Design”. We
look forward to receiving your Full Paper.

Terimakasih,

Dr. Eng. Arif Sarwo WIBOWO
Chairman, Arte-Polis 4 International Conference
Institut Teknologi Bandung (ITB) - School of Architecture, Planning and
Policy Development
LabTek. IXB, Architecture Building, Basement Level
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, INDONESIA
Tel +62-22-250-4962 (ext.432), Fax +62-22-253-0705
E-mails:  artepolis@ar.itb.ac.id AND  artepolis_itb@yahoo.com
Web: http://www.arte-polis.info





LET THE CLIENT BE ‘THE ARCHITECT’
AND ARCHITECT BE ‘THE MASTER’
Indro Noegroho and Titiek P. Debora


Abstracts

In this third millennium era, there has been a paradigm change in design. Paradigm predict and provide, is now turned into debate and decide (Patricia Martin, 2007). The fast growing in the building design world and comfort quality increasing demand, place the client aspiration on a higher position. Positioning the client as ‘architect’ (for its own home), while architect is positioned as ‘a master’, is another effort in term of exploring creativity. The inclusion of more and more design determinant element, will not make  architect imprisoned, because just the opposite, architect will have a greater opportunity to find creativity and other essential values. Experience shows that, the more constrain in design, the greater opportunity to find creative design. Certain consideration causing Frank Lloyd Wright to do things outside the box and invent organic architecture, use the building form to create abstract sculptural effect, integrate design with the landscape, etc. It’s time for architect not to be trapped in the form plagiarism competition that has no (less) meaning in the concept of creating space. It’s time for architect not to be accused of being a mannerist who have opposite connotation from creativity. With its ability of maintaining its position as ‘the master’, architect is expected to be able to exploit design determinant elements (consisting of  the ‘architect’ desires), in this debate and decide design paradigm, to create a creative work, to find a higher space value and a higher building value (Living Smart by Design – The Smart of Making Place). 


Author’s name             :  Indro Noegroho & Titiek P. Debora
Institution                     :  Professional Architect & Lecture at Landscape
Architecture Department, Faculty of Landscape  
Architecture & Environmental Technology, Trisakti
University
Email address             :  indronoegroho@yahoo.com & titiekdebora@yahoo.com
Mailing address           :  Bumi Serpong Damai – Sektor 1.3, Jl. Palem Kuning III
                                       Blok BD/8, Tangerang Selatan 15318
   Ph. 081289474264 / 08161476675
Abstract title                :  Let The Client Be ‘The Architect’ and Architect Be ‘The
                                       Master’
Conference Track      :  Architecture and Environmental Design for Creative
                                       Connectivity.

Selasa, 29 November 2011

BUKAN SULIT tetapi DARI MANA HARUS MEMULAI (play bowling at home)


Saat menangani lahan sempit, tidak jarang arsitek membayangkan (dan menunggu-nunggu) nikmatnya menangani lahan yang luas.

Tetapi ketika menangani lahan yang luas (tanpa batasan) sering arsitek mengalami krisis PD (pede) karena tidak sedikitpun ditemui kepuasan dalam mendesain.....yang akhirnya berujung pada pertanyaan hakekat: "Inikah yang dulu pernah saya tunggu-tunggu ?"
Maka dirobeklah kertas berisi coret-coretan itu karena sulit membedakan antara tidak bisa memberi penilaian atau memang tidak ada hasil coretan yang layak dinilai alias memalukan.

Pertanyaan hakekat itulah yang kemudian menggiring saya mencari alat ukur yang lain yaitu cara pandang atau sikap. Selayaknya kita bersyukur karena menangani lahan yang sempit/sulit, tetapi kita juga jangan lantas lupa diri manakala menghadapi lahan yang luas.
Keduanya mengukur kedewasaan.....keduanya tidak mudah.

Pertanyaan hakekat tadi selanjutnya menunjukkan saya pokok awal permasalahan yang sering lolos dari kacamata penerawangan kita yaitu dari mana kita harus memulai.
Lahan yang sulit (sempit) jelas kita mulai dari kesulitan (kesempitan)  itu sendiri. Maka marilah kita cari dari mana kita harus memulai kalau lahan yang kita hadapi luas (tanpa batasan).....Dan marilah kita kemudian mulai  beradu kreativitas.....bukan dengan siapa-siapa.....tetapi dengan diri sendiri, karena diri sendiri itulah yang sedang kita cari.

Bagaimana kalau kita Play bowling at home ?..... karena ada bowling alley di rumah itu.
Masih perlukah kita membuat analisa zoning, organisasi ruang, orientasi angin, orientasi matahari, sistem sekuriti, bentuk, cara membangun, dan lain-lain ?  Jawabannya : MASIH.

Rabu, 16 November 2011

HALF LANDING (kampong style in town)













Untuk memberikan dimensi penghayatan ruang keluarga yang berbeda, saya atas kesepakatan dengan pemilik rumah, menghadirkan ruang (tanpa batasan dinding) yang memiliki level ketinggian berbeda dari ruang keluarga. Ruangan yang levelnya 120cm lebih tinggi itu sebenarnya adalah bordes (half-landing) yang diperluas menjadi 3m x 3m. Ruang bentukan baru itu menggunakan material lantai  spesial yaitu kayu, guna mengaktualisasikan perbedaannya.



Half landing merupakan bordes yang diperluas yang berfungsi sebagai perluasan ruang keluarga. Perasaan berbeda (sense of space) bagi penghuni/tamu yang berada di ruangan ini terjadi dikarenakan perbedaan level ketinggian lantainya, meskipun keduanya sama-sama berada di ruang keluarga.




Kami lebih senang memberi nama half-landing, karena lebih merupakan tempat persinggahan dari atas ke bawah (atau sebaliknya) daripada sekedar fungsi tangga. Bagian tepi yang berbatasan dengan ruang keluarga dipagari dengan railing yang memiliki penampilan spesial, karena selain sebagai pengaman juga memiliki fungsi ornamental. Kami memilih perpaduan antara material kayu dan besi untuk dipertunjukkan sebagai detail railing itu.






 
Railing dibuat dari kombinasi kayu dan besi. Ukuran besi dibedakan antara atas dan bawah.





Lantai half-landing yang terbuat dari kayu itu rupanya memberikan  andil  untuk apresiasi yang lebih kompleks terhadap ruang keluarga secara keseluruhan. Di area itu orang cenderung duduk-duduk (lesehan) sambil ngobrol dan menikmati kolam ikan atau bahkan ngobrol dengan lawan bicara yang berada di ruang makan semi-outdoor yang terletak di seberang kolam ikan itu.


 
Di seberang half landing terdapat ruang makan  semi-outdoor. Di bawahnya dimanfaatkan sebagai gudang.




Di bawah lantai lesehan kayu itu dimanfaatkan sebagai gudang dengan lantai yang diturunkan 60cm. Pencapaian ke gudang harus melalui ruang kecil tanpa atap yang sekaligus digunakan sebagai penerangan dan ventilasi alam. Kehadiran lantai kayu itu menjadi semakin cocok karena kami menggunakan kayu juga sebagai step tangganya. Tangga kayu menjadi bagian tak terpisahkan dari ruang keluarganya. Digunakan konstruksi jepit untuk tangga ini dengan dinding-dinding penjepit yang direncanakan sekaligus sebagai hiasan monumental  mengingat ukurannya yang gigantik di ruang keluarga yang berdimensi ketinggian dua lantai.



Dinding dengan skala dua lantai selain menjadi elemen estetis  juga memiliki fungsi utama sebagai dinding penjepit tangga.
Gudang yang terletak di bawah half landing bisa terlihat melalui celah antara step tangga yang terbuat dari kayu. Kondisi seperti ini menjauhkan gudang dari pengap dan kesan menakutkan, walaupun menghasut’ pemilik  rumah untuk terus-menerus memelihara kebersihan dan kerapian.

Senin, 14 November 2011

SELF FINANCING HOME


Pada suatu kesempatan berkenalan via telepon, seseorang menceritakan rencananya untuk membangun rumah yang bisa menghasilkan uang.  Artinya dari banyaknya kamar yang direncanakan, (paling tidak) rumah itu harus bisa mendanai kegiatan rumah tangga, bahkan termasuk biaya untuk maintenancenya sendiri. Dari pelajaran bisnis yang pernah saya dapat, saya memberi nama rumah itu Self Financing Home.
Program utamanya adalah agar semua kamar (ada 8 kamar) bisa terus-menerus terisi oleh mereka yang kebetulan memerlukan tempat tinggal yaitu dengan cara menyewa.  “Ya.....  memang tanggung jawab Arsitek untuk membuat semua kamar  dihuni dan diminati,” pikir saya.

 Inner court sebagai pemersatu antara organisasi rumah tinggal dan organisasi kamar sewa

Minggu, 13 November 2011

BALINESE WITHOUT ETHNIC DETAIL

Banyak orang menginginkan rumah tinggal bernuansa Bali…., seperti halnya teman saya ini. Suasana Bali memang mampu membius bukan saja orang-orang Indonesia, tetapi juga turis dari mancanegara,  termasuk orang-orang yang belum pernah melihat dan datang ke Bali.
Setelah dilakukan pertimbangan dan pembicaraan yang mendalam, ternyata dipahami bukan detail-detail etniknya yang diinginkan oleh Pasangan suami-istri ini.
“Untuk menikmati dan memiliki penghayatan Bali yang mendalam kita memang perlu meleburkan diri ke dalam totalitas tatanan yang kompleks,….jadi lebih baik datang ke Bali dan tinggal beberapa saat di sana”, pendapatnya. “Karena bukan hanya tempat tinggal kita yang nantinya memiliki nuansa Bali,….lingkungan dan tetangga juga alangkah indahnya kalau bersuasana Bali, bahkan lengkap dengan suara musik dan celotehan-celotehan Balinya….. Bali memang lebih pas untuk didatangi, daripada diambil dan dipindahkan”, lanjutnya seraya memberikan kesimpulan bahwa kavling 320m2 miliknya jauh dari kriteria cukup…..Wowww…..
Maka melalui beberapa sketsa, sayapun memantapkan diri untuk menghilangkan detail-detail etnik itu, lalu menggantinya dengan elemen-elemen simpel dan sederhana. Karena ternyata yang sebenarnya sama-sama kami cari adalah karakter dan sifat kedekatannya dengan alam;…..mungkin memang Bali…..tetapi bukan detail etniknya.

 
Tanpa detail etnik….. karena  ternyata yang dicari adalah karakter dan sifat kedekatan dengan alam.


Batu andesit dengan karakternya yang membumi bersama dengan genteng tanah liat eks Kebumen, memperdalam arti kedekatan dengan alam itu.  Apalagi pemilik rumah sempat mengatakan, “Alangkah indahnya kalau gentengnya bisa lumutan….. ”. Woow..... Di luar dugaan saya; karena semula spec genteng tanah liat bukan saya usulkan untuk tujuan apresiasi seberat itu. Sebuah sudut pandang yang  sebelumnya  tidak pernah saya perkirakan akan datang dari klien saya.
Memang menyenangkan sekali kalau arsitek dan klien akhirnya bisa berada dalam frekuensi yang sama, tentu setelah melewati proses pemahaman yang panjang.
Dengan keputusan-keputusan itu, disepakatilah kemudian konsep yang lebih mudah dicarikan benang-merahnya, yaitu ‘resort’…..menjauh dari kesan  magis, namun  juga tidak  perlu terjebak ke dalam penampilan hitech
Maka kamipun tetap berani memberi sentuhan tanaman kamboja di halaman depan sebagai penyeimbang.....di samping memasukkan  unsur batu andesit, besi dan lain-lain, sampai ke dalam penampilan interiornya.

Selasa, 01 November 2011

IMPRESI VISUAL-living in the air

Sepasang suami-istri yang tinggal di Cilacap menelepon saya saat saya masih dalam perjalanan pulang ke rumah. Mereka baru beberapa hari yang lalu berjalan-jalan dan mendapati sebuah rumah yang agak aneh menurutnya. Mereka singgah, berkenalan, dan bahkan dipersilahkan melihat-lihat ke dalam. Tuan rumah dari rumah aneh yang memang saya kenal ramah dan baik itu lalu memberikan nomor telepon saya.

Pasangan suami-istri dari Cilacap yang kebetulan merencanakan pindah ke Jakarta itu memang berkeinginan membongkar dan membangun rumah lamanya yang ada di Jakarta. Setelah beberapa kali melakukan pembicaraan via telepon, kami bertemu di rumah lain yang kebetulan juga baru saja selesai saya tangani. Di tempat itu kami berdiskusi mengenai keinginannya membangun rumah split level. Wooowww.....

Tidak berhenti sampai di situ, karena pasangan suami-istri itu bahkan mengungkapkan keinginannya untuk living in  the air.  Mereka menginginkan kegiatan sehari-harinya menempati ruang di lantai atas. Ruang keluarga, ruang makan, dan dapur serta dapur bersih tidak landed di tanah. Saya memperkirakan ruang-ruang yang terdapat di bawah ruang-ruang living itu adalah garasi, ruang asisten, ruang cuci-seterika, gudang dll.

Posisi ketinggian ruang-ruang living itu saya usulkan untuk berada di ketinggian 11/2 (jadi bukan di lantai 2) supaya tidak terlalu tinggi, apabila sewaktu-waktu ingin turun ke halaman. Di samping itu posisi demikian  pasti akan memicu dan memberikan snow ball effect untuk terjadinya ruang-ruang split level yang lain.







Di bagian depan adalah ruang tamu yang ditinggikan 120cm dari jalan karena alasan banjir.Di bagian belakang dengan            orientasi ke belakang dan ke dalam baru dirasakan nikmatnya living in the air.